Seniman & Budayawan

KRT Wirodiprodjo

Yogyakarta INDONESIA

Penari klasik gaya Yogyakarta kelahiran Yogyakarta 1907 ini besar di keluarga abdi dalem. Orang tuanya tidak mewarisi sama sekali darah seniman. Aryadi, nama kecil dari KRT Wirodiprodjo, pun tidak bisa menari meskipun selalu berangan-angan menjadi penari tangguh.

Di awal pengabdiannya sebagai abdi dalem dengan pangkat jajar dan menyandang nama Atma Nitya, ia hanya sibuk mengamati para penari yang sedang berlatih (gladhi). Lama-kelamaan minatnya tumbuh dan terdorong untuk ikut berlatih tari. Awalnya ia belajar tari Cantrik dan kemudian tari Bedaya Kakung. Melihat potensi yang dimilikinya, Sri Sultan HB VII menyuruhnya berguru tari pada R.I. Atmosastro.

R.I. Atmosastro selaku pembimbingnya menggembleng Atmo Nitya dalam latihan fisik dan filsafat tari klasik gaya Yogyakarta. Dengan demikian ia mampu menguasai kelenturan raga dan mampu mengurai ilmu Joged Mataram (sawiji greget, sengguh, lan ora mingkuh). Tak sia-sia usaha R.I. Atmosastro, karena Atmo Nityo menjadi penari khusus untuk peran Gathotkaca.

Pada tahun 1947, ia mulai pengabdiannya saat dipercaya untuk menyusun tari Golek Menak Umarmaya-Umarmadi untuk menjamu komisi tiga negara di Yogyakarta. Tahun 1951, Atmo Nityo mulai mengajar di Bebadan Among Beksa Kraton, tahun 1978 ia mengajar di Pamulangan Beksa Ngayogyakarta, dan kemudian juga mengajar tari klasik Yogyakarta.

Atas pengabdiannya, pada tahun 1984, ia menerima penghargaan seni dari Pemerintah Propinsi DIY. Atmo Nityo atau KRT Wirodiprodjo dikaruniai delapan anak dan empat belas cucu dari pernikahannya dengan Sukilah yang telah meninggal tahun 1955. Ia sendiri meninggal pada tahun 1984 beberapa waktu setelah menerima penghargaan.