Upacara Adat & Festival Budaya

Suran Mbah Demang Modinan

Dusun Modinan, Desa Banyuraden, Kecamatan Gamping, Sleman INDONESIA

Suran Mbah Demang Modinan

Ulasan

Modinan termasuk salah satu dusun yang ada di Desa Banyuraden, Kecamatan Gamping, Sleman. Sedangkan letak Desa Banyuraden ini sekitar lima kilometer ke arah barat dari Kota Jogja. Sarana transportasi, komunikasi, dan pendidikan di Desa Banyuraden telah memadai. Sebagai wilayah yang terletak di pinggiran kota (sub-urban), kebanyakan mata pencaharian penduduk Desa Banyuraden adalah petani, atau buruh tani.

Di Dusun Modinan sendiri terdapat sebuah upacara adat yang dikenal dengan sebutan "Suran Mbah Demang". Upacara ini diberi nama sesuai dengan nama tokoh penting dalam kehidupan masyarakat setempat dan bersangkutan juga dengan bulan Sura dalam kalender Jawa. Upacara ini diadakan oleh masyarakat Dusun Modinan untuk mengenang perjuangan hidup Ki Demang Cakradikrama, seorang demang-pabrik.

Ki Demang Cakradikrama adalah seorang demang yang gentur tapane (besar laku prihatinnya), memiliki kharisma yang tinggi, disegani dan dihormati oleh keluarga dan masyarakat sekitar. Salah satu bentuk laku prihatin yang dijalaninya adalah mandi hanya setiap satu tahun sekali yaitu pada tanggal 7 Sura tengah malam. Sisa air mandi Ki Demang tersebut diambil oleh anak cucu dan sanak saudara untuk ngalap berkah. Sampai sekarang, tradisi ini masih tetap dilestarikan dan banyak warga masyarakat yang ikut ngalap berkah dengan mengambil air dari sumber air yang sama dengan yang dahulu dipakai mandi oleh Ki Demang Cakradikrama.

Ki Demang adalah seorang anak dari bekel Cakrajaya. Nama kecil dari Ki Demang adalah Asrah dan dikenal sangat nakal. Oleh ayahnya, Asrah dititipkan pada Demang Dowangan yang memberinya tugas angon bebek dan mencari satu ikat kayu bakar setiap harinya. Pada usia akhil balik, Asrah bertapa di rumah penatu selama sebulan. Ketika bertapanya mencapai sebulan, banyak orang mengira Asrah sudah meninggal di tempat pertapaan. Kemudian mulut Asrah ditetesi dengan cairan kanji, dan cairan kanji itu oleh Asrah diminum, dan ternyata Asrah memang masih hidup.

Sementara itu dalam pertapaannya Asrah bermimpi bertemu dengan dua orang yang berpakaian seperti haji dan orang tersebut memberi kitab kecil. Setelah selesai bertapanya, Asrah mencari kitab tersebut dan ditemukannya di sungai Bedog. Asrah menjadi orang yang sakti, dapat menyeberang sungai Bedog yang sedang banjir, dan bahkan mampu menghalau para penjahat yang sering merusak perkebunan milik Belanda.

Awalnya dari sayembara di daerah Dowangan untuk memberantas kejahatan di sekitar Kali Bedog dan Kali Bayem dan pemenangnya akan dijadikan mandor perkebunan. Asrah merasa tertantang walaupun banyak orang yang meragukan. Karena berhasil, Asrah diangkat menjadi mandor perkebunan. Pada suatu kemarau panjang, banyak perkebunan tebu di daerah Demakijo menjadi kering. Atas permintaan pemilik pabrik gula dalam sayembara, Asrah menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit di tengah lapangan dan memohon kepada Yang Maha Agung untuk memberikan air bagi para petani yang kelaparan dan untuk memenangkan sayembara. Pada saat bagian "gara-gara", terjadi hujan deras selama tiga hari tiga malam sehingga daerah yang semula kering menjadi berkelimpahan air, dan tanaman tebu menjadi tumbuh lagi. Akhirnya Asrah diangkat menjadi demang pabrik yang tugasnya mengawasi perkebunan milik pabrik gula di daerah Demakijo.

Setelah menjadi demang, Asrah berganti nama menjadi Cakradikrama yang dikenal dengan sebutan Ki Demang Cakradikrama. Semua keberhasilan Ki Demang tersebut berkat laku prihatin yaitu tidak makan garam, dan setiap sore laku tapa bisu mengelilingi rumahnya. Selain itu, Ki Demang juga ngaloki dengan mandi setahun sekali, yaitu setiap malam menjelang tanggal 8 Sura bertempat di sumur di  beiakang rumahnya. 

Ki Demang dikenal sebagai orang yang selalu mengutamakan kepentingan orang lain, dan selalu memberi hidangan makan bagi tamu yang datang ke rumahnya. Kebiasaan memberi hidangan ini, kemudian dilestarikan oleh anak cucu yang kemudian dikenal dengan tradisi pembagian kendhi ijo. Selain itu, Ki Demang juga berpesan kepada anak cucunya, "luwih becik menehi tinimbang diwenehi", "tangan kuwi becik mengkurep tinimbang mlumah", "sapa sing muwuhi bakal ditambah, lan sapa sing ngurangi bakal disuda" untuk memberikan rasa perlindungan kepada masyarakat di sekitarnya.

Upacara Suran Dusun Modinan diselenggarakan setiap tahun sekali pada tanggal 7 Sura, tepatnya saat tengah malam menjelang tanggal 8 Sura. Adapun pelaksanaan upacaranya bertempat di dusun di mana Ki Demang Cakradikrama terakhir bermukim, di Dusun Modinan, Desa Banyuraden, Kecamatan Gamping, Sleman. Di dusun itu pula sumur sebagai sumber air yang pemah dipakai mandi oleh Ki Demang Cakradikrama berada.

Pada dasarnya pihak-pihak yang terlibat dalam upacara ini terutama adalah kerabat keturunan Ki Demang. Biaya yang diperlukan menjadi tanggungan kerabat keturunan Ki Demang. Orang yang memimpin dan mengatur upacara adalah anggota kerabat keturunan Ki Demang yang tertua, dan dibantu oleh tetua lainnya. Sementara itu, yang menjadi peserta upacara adalah anggota kerabat keturunan lainnya, yang juga berperan untuk menjaga kelancaran jalannya upacara ini.

Peralatan dan sesaji yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Dhaharan asrep (makanan tawar), sambal goreng asrep, jangan bening asrep, tempe goreng, klepon, apem, sambal kering, tape, pisang, kue satu, roti tawar, unjukan teh dan kopi, sekar setaman, sekar Kebuli, ramping, ager-ager, sekul pethak (nasi putih), dan perlengkapan makan: piring, sendok, wijikan, kursi-bantal, dan lampu teplok.

Peralatan dan sesaji salawatan terdiri dari:
Tumpeng megana, Tumpeng gurih, Tumpeng sumurubing damar, Tumpeng sega ungguh, Pisang raja bikakan salawatan, Tukon pasar, Sekul gurih, Ingkung ayam, Srabi, Klepon, Clorot, Bulus angrem, Tujuh macam jenang, Ketupat, Sekar setaman, Sekar loloh, Dawet, dan Arang-arang kamban.

Tiga hari sebelum puncak acara Suran Dusun Modinan, di rumah peninggalan Ki Demang Cakradikrama telah mulai dilakukan persiapan. Kegiatan yang dilakukan oleh kerabat keturunan Ki Demang Cakradikrama pada tahap persiapan ini mencakup:
- Membersihkan bangunan-bangunan peninggalan Ki Demang seperti sumur, kamar mandi, dan rumah Ki Demang. Selain itu juga membersihkan makam Ki Demang dan Nyi Demang yang terletak di Dusun Guyangan, membersihkan cungkup (rumah-rumahan) makam pusaka peninggalan Ki demang yang ada di sisi Barat sumur.
- Memperbaiki bangunan-bangunan peninggalan Ki Demang yang rusak, seperti tembok sumur, tembok kamar mandi, dan rumah Ki Demang. Selain itu juga cungkup makam Ki dan Nyi Demang serta cungkup makam pusaka Ki Demang.

Pada pagi hari sebelum puncak acara yaitu ada tanggal 7 Sura, di rumah bekas kediaman Ki Demang telah dimulai dengan persiapan pembuatan sesaji, yaitu sesaji Suran Kademangan dan sesaji salawatan. Disamping itu, juga dibuat kendhi ijo yang berupa nasi putih yang dilengkapi dengan lauk pauk dari kelan (sayur) tholo dan gudhangan bumbu tumbuk kemudian dibungkus dengan daun pisang. Bungkusan ini bentuknya mirip dengan kendhi yang berwama hijau, maka disebut "kendhi ijo". Kendhi ijo ini pada siang harinya akan dibagikan kepada warga masyarakat di sekitar tempat upacara.

Pada sore hari kamar mandi yang akan dipakai untuk upacara siraman atau padusan diisi dengan air dan sumur peninggalan Ki Demang Cakradikrama. Setelah bak mandi penuh, maka air dalam bak mandi tersebut ditaburi atau diberi bunga mawar. Setelah selesai kemudian kamar mandi ditutup pintunya dan akan dibuka saat pelaksanaan siraman atau padusan pada saat puncak upacara.

Pada siang hari tanggal 7 Sura sekitar pukul 12.00 WIB dilaksanakan pembagian kendhi ijo kepada warga masyarakat di sekitar tempat upacara. Pembagian kendhi ijo ini dimaksudkan sebagai bentuk refleksi diri dan kebiasaan yang pemah dilakukan oleh Ki Demang pada semasa hidupnya. yaitu selalu memberi hidangan makan kepada orang yang datang ke rumahnya.

Kebiasaan ini oleh anak cucunya masih dilaksanakan hingga sekarang pada Upacara Suran. Pada sore harinya dilaksanakan ziarah (nyekar) ke cungkup peninggalan Ki Demang (tempat penguburan pusaka milik Ki Demang). Kegiatan nyekar ke cungkup ini diawali dengan doa dan membakar kemenyan yang dilakukan oleh salah seorang kerabat dan trah Ki Demang Cakradikrama, kemudian dilanjutkan dengan ziarah dan nyekar di makam Ki Demang dan Nyi Demang yang terletak di makam Dusun Guyangan.

Sekitar pukul 21.00 WIB, dimulai upacara Suran Dusun Modinan. Upacara terdiri dari pembacaan salawatan sampai menjelang pagi. Pada sekitar tengah malam salawatan mencapai saat sakral (srokal), dilaksanakan mandi di tempat yang dahulu pernah dipakai Ki Demang. Upacara mandi ini dilakukan oleh seorang keturunan tertua dari Ki Demang, kemudian diikuti oleh seluruh anggota trah dan dilanjutkan dengan warga masyarakat umum yang ingin ngalap berkah dengan ikut mandi.

Pantangan yang berkaitan dengan upacara Suran Dusun Modinan:
a. Upacara Suran Dusun Modinan setiap tahun harus dilaksanakan, sebab kalau tidak dilaksanakan maka trah Demang Cakradikrama percaya bahwa nantinya akan mendapatkan musibah atau malapetaka.
b. Pihak yang melaksanakan upacara mandi pada saat puncak upacara harus dari keturunan langsung tertua dari Ki Demang yang masih hidup.

jogjastreamers

JOGJAFAMILY 100,2 FM

JOGJAFAMILY 100,2 FM

JogjaFamily 100,9 FM


SWARAGAMA 101.7 FM

SWARAGAMA 101.7 FM

Swaragama 101.7 FM


UNIMMA FM 87,60

UNIMMA FM 87,60

Radio Unimma 87,60 FM


UNISI 104,5 FM

UNISI 104,5 FM

Unisi 104,5 FM


GERONIMO 106,1 FM

GERONIMO 106,1 FM

Geronimo 106,1 FM


SOLORADIO 92,9 FM

SOLORADIO 92,9 FM

Soloradio 92,9 FM SOLO


Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini