4th Jogja-NETPAC Asian Film Festival "Homeland"
[Expired] 4 - 08 Agustus 2009
Pesta akbar film Asia kembali digelar di kota ini. Pesta yang
bertajuk “4th Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF)” ini akan
diselenggarakan pada tanggal 4-8 Agustus 2009 di seputaran Taman Budaya
Yogyakarta, Lembaga Indonesia Perancis, beberapa kampung dan sekolah di
Jogjakarta.
Sebagai festival yang selalu mengangkat tema-tema sosial (themed festival), JAFF hadir di tahun pertama dengan memberi perhatian pada bagaimana sinema berperan di tengah krisis akibat bencana alam dan sosial yang menyebabkan perubahan di tengah masyarakat (“Cinema in The Misdt of Crisis” – JAFF 2006). kemudian bagaimana sinema dapat memberi ruang pertemuan simbolik berbagai komunitas yang mengalami dislokasi sosial akibat proses perubahan (“Diaspora” – JAFF 2007), dan di tahun ketiga JAFF hendak menegaskan kembali kekuatan sinema dalam menebarkan nilai-nilai keutamaan yang bersumber pada religiusitas serta ikut menyumbang bagi proses perubahan sosial (“Metamorfosa – JAFF 2008). Tahun ini, JAFF kembali hadir, dengan menyoroti perubahan-perubahan makna tanah air dengan mengusung tema besar HOMELAND.
Homeland tak hanya sekadar menjadi identitas sebuah bangsa, tapi juga menjadi ruang bagi migrasi kemanusiaan. Homeland juga menjadi ruang bagi kontestasi terus-menerus persoalan tapal batas, nasionalitas, dan status kewarganegaraan (citizenship). Karena itu, dengan mengangkat tema homeland, JAFF mengajak para pecinta film dan semua kalangan untuk merenungkan kembali bukan hanya makna tanah air di tengah perubahan, tapi sekaligus menentukan titik pijak kita berhadapan dengan tanah air.
JAFF tahun ini dibuka dengan film “ Merantau “ garapan Gareth H. Evans dan ditutup dengan film “Slingshot Hip Hop” garapan Jackie Reem Salloum. “Merantau“,berkisah tentang seorang dari Minangkabau, Sumatra Barat yang menjalani budaya warisan nenek moyang mereka yaitu “Merantau,” menuju ke hiruk Jakarta sebagai sarana penempa mental dan pendewasaan demi, mendapatkan kesuksesan yang menciptakan nama besar saat mereka kembali ke kampung halaman. Slingshot Hip Hop merangkai cerita tentang kaum muda Palestina di Gaza, West Bank dan di dalam wilayah Israel yang menggemari Hip Hop dan menjadikannya sebagai alat untuk mengkritik kemiskinan, pembatasan penggunaan bahasa Arab dan pendudukan wilayah mereka.
Selain film pembuka dan penutup JAFF kali ini juga memutar beberapa film dari berbagai Negara di Asia, seperti: The Goat (Filipina), Agrarian Utopia (Thailand), Generasi Biru (Indonesia), Ponmani (Srilanka), Good Cat (Cina), Cin(T)a (Indonesia), Malaysian God (Malaysia), Blind Pig Who Wants to Fly (Indonesia), Invisible Children (Singapura), Route 181 (Palestina), De Yongen Kan Singen (Indonesia), Drum Lesson (Indonesia), Good Morning Ruang Prabang (Thailand-Laos), dan film film lainnya.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, beberapa film-film tersebut akan masuk dalam sesi kompetisi untuk memperebutkan NETPAC Award, Golden Hanoman, Silver Hanoman, Geber Award, dan Blencong Award. Film-film yang akan masuk dalam kompetisi tersebut dipilih karena kekuatannya dalam mengangkat persoalan sosial, politik dan budaya yang diolah ke dalam tuturan sinematik yang membangkitkan permenungan dalam konteks masyarakat Asia.
Sebagai festival yang selalu mengangkat tema-tema sosial (themed festival), JAFF hadir di tahun pertama dengan memberi perhatian pada bagaimana sinema berperan di tengah krisis akibat bencana alam dan sosial yang menyebabkan perubahan di tengah masyarakat (“Cinema in The Misdt of Crisis” – JAFF 2006). kemudian bagaimana sinema dapat memberi ruang pertemuan simbolik berbagai komunitas yang mengalami dislokasi sosial akibat proses perubahan (“Diaspora” – JAFF 2007), dan di tahun ketiga JAFF hendak menegaskan kembali kekuatan sinema dalam menebarkan nilai-nilai keutamaan yang bersumber pada religiusitas serta ikut menyumbang bagi proses perubahan sosial (“Metamorfosa – JAFF 2008). Tahun ini, JAFF kembali hadir, dengan menyoroti perubahan-perubahan makna tanah air dengan mengusung tema besar HOMELAND.
Homeland tak hanya sekadar menjadi identitas sebuah bangsa, tapi juga menjadi ruang bagi migrasi kemanusiaan. Homeland juga menjadi ruang bagi kontestasi terus-menerus persoalan tapal batas, nasionalitas, dan status kewarganegaraan (citizenship). Karena itu, dengan mengangkat tema homeland, JAFF mengajak para pecinta film dan semua kalangan untuk merenungkan kembali bukan hanya makna tanah air di tengah perubahan, tapi sekaligus menentukan titik pijak kita berhadapan dengan tanah air.
JAFF tahun ini dibuka dengan film “ Merantau “ garapan Gareth H. Evans dan ditutup dengan film “Slingshot Hip Hop” garapan Jackie Reem Salloum. “Merantau“,berkisah tentang seorang dari Minangkabau, Sumatra Barat yang menjalani budaya warisan nenek moyang mereka yaitu “Merantau,” menuju ke hiruk Jakarta sebagai sarana penempa mental dan pendewasaan demi, mendapatkan kesuksesan yang menciptakan nama besar saat mereka kembali ke kampung halaman. Slingshot Hip Hop merangkai cerita tentang kaum muda Palestina di Gaza, West Bank dan di dalam wilayah Israel yang menggemari Hip Hop dan menjadikannya sebagai alat untuk mengkritik kemiskinan, pembatasan penggunaan bahasa Arab dan pendudukan wilayah mereka.
Selain film pembuka dan penutup JAFF kali ini juga memutar beberapa film dari berbagai Negara di Asia, seperti: The Goat (Filipina), Agrarian Utopia (Thailand), Generasi Biru (Indonesia), Ponmani (Srilanka), Good Cat (Cina), Cin(T)a (Indonesia), Malaysian God (Malaysia), Blind Pig Who Wants to Fly (Indonesia), Invisible Children (Singapura), Route 181 (Palestina), De Yongen Kan Singen (Indonesia), Drum Lesson (Indonesia), Good Morning Ruang Prabang (Thailand-Laos), dan film film lainnya.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, beberapa film-film tersebut akan masuk dalam sesi kompetisi untuk memperebutkan NETPAC Award, Golden Hanoman, Silver Hanoman, Geber Award, dan Blencong Award. Film-film yang akan masuk dalam kompetisi tersebut dipilih karena kekuatannya dalam mengangkat persoalan sosial, politik dan budaya yang diolah ke dalam tuturan sinematik yang membangkitkan permenungan dalam konteks masyarakat Asia.