Intepretasi Baru Mo-Limo yang Memuai
INTEPRETASI MO-LIMO, YAKNI MABUK, MAIN, MADAT, MADON, DAN MALING bagi orang biasanya diterjemahkan sebagai kegiatan amoral yang akan membawa kesengsaraan, ternyata tak sesederhana yang kita pikirkan. Bahwa lima dosa pokok menurut pandangan orang Jawa tersebut sepertinya tak jauh berada dalam hidup keseharian masyarakat kita, khususnya dari kalangan bawah.
Mungkin pendapat tersebut benar adanya bila kita melihat pengertian Mo-Limo dalam batasan yang sempit pada beberapa dekade silam. Identifikasi masyarakat bawah yang identik dengan mabuk-mabukan, main judi togel, madat ciu, shabu-sabhu dan sejenisnya, madon atau main perempuan serta maling atau mencuri demi keuntungan pribadi semata.
Sejalan dengan semakin tuanya dunia ini, pergeseran makna pun terjadi. Mo-Limo yang dipahami sebagai kejahatan moral yang sering dilakukan oleh orang-orang dari strata rendah berubah atau lebih tepatnya `memuai` ke pengertian yang lebih luas. Sebenarnya bukan batasan itu sendiri yang berubah, namun sang subyek yang ber-mo-limo-lah juga mengalami "pemuaian" tersebut.
Tengok saja pada pameran foto "4 Sehat Mo-Limo Sempurna" di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY), Jl. Suroto 2 Kotabaru selama delapan hari ini (11 s/d 18 Agustus). Dalam gelar karya para wartawan foto (Tarko Sudiarno, Bagus Kurniawan, Fenti Warastuti, Eddy Habi, Effy WP, Heru SK dan lain-lain) yang menurut kurator BBY, Hermanu diselenggarakan dalam rangka memperingati HUT Bentara Budaya tersebut kita disuguhi berbagai macam realita sosial sosial sebagai interpretasi baru dari Mo-Limo.
"Dari foto-foto yang dipamerkan tampak, bahwa tidak benar Mo-Limo hanya menyangkut masyarakat bawah. dari foto-foto ini juga terasa, bahwa pengertian Mo-Limo tidaklah sesempit, seperti biasa," jelas budayawan Sindhunata yang membuka pameran dalam pengantarnya. Sebut saja intepretasi madon yang ditampilkan Tarko lewat sebuah foto yang menggambarkan Miss Universe 2004, Jennifer Hawkins sedang merogoh Kunto Bimo di candi Borobudur. Betapa madon yang selama ini dipahami sebagai kejahatan para lelaki atas diri perempuan bergeser pengertiannya. Bahwa ternyata seorang wanita tak sekedar menjadi korban kepuasan libido para lelaki, tetapi justru menjadi subyek yang melakukan madon itu sendiri. Tanpa jengah merogoh kerahasiaan lelaki demi kepuasan hasratnya.
Lain lagi dengan intepretasi mabuk pada karya Heru Sri Kumoro. Kegiatan menenggak minuman keras tersebut direpresentasikannya bukan dengan memotret seseorang yang sedang teler kebanyakan anggur orang tua (AO) atau vodka. Lewat karya yang menggambarkan stoom sedang menggilas beribu minuman keras murahan hasil rahasia petugas kepolisian, sebuah realita pun terpampang jelas. Kemunafikan para penguasa yang diibaratkan stoom dalam menggilas kejahatan yang sekedar di permukaan saja. Mana mungkin orang mabuk akan menghentikan kebiasaanya kalau pihak yang berwenang sekedar menyita satu-dua botol minumannya di warung-warung kecil, sementara ia degan bebas dapat membelinya di kafe dan hotel.
Yang menarik lagi adalah karya yang menggambarkan sebuah kalender bergambar yang mengkampanyekan salah satu tokoh politik dengan kata-kata diatasnya yang berbunyi "Ma-Lima: Madep Mantep Milih Mega-Muzadi". Bahwa makna Ma-lima yang berkonotasi negatif tersebuit ternyata dapat digunakan sebagai ajang promosi diri. Sebuah taktik kekuasaan yang efektif dengan memelintirkan makna Mo-Limo yang menjadikannya absurb.
Kirim Komentar