Suka pakai t-shirt, baby-tee, jaket, sweater, atau segala macam apparel produk clothing lokal yang seru abis? Jika kamu masuk kategori itu sekaligus pengen support our local product, pasti nggak aneh kan sama istilah distro? By the way, apa sih distro itu? Jangan-jangan yang selama ini kita kira distro, rupanya gadungan ...
Istilah distro mulai populer sekitar awal tahun 1990-an di kota Bandung. Kata distro sendiri berasal dari singkatan distribution outlet, yang fungsi utamanya adalah menerima titipan barang dari berbagai macam merek clothing company lokal yang memproduksi secara indie (independen). Awalnya, distro ini tumbuh seperti kios kecil di tempat-tempat yang jauh dari pusat perbelanjaan. Malah ada yang memanfaatkan garasi rumah atau sisa bangunan di samping rumah.
Biasanya distro itu juga terdapat gerombolan cowok cewek usia kuliahan, yang sedang menjaga tokonya atau sekedar mengobrol seperti seorang pramuniaga di sebuah toko. Lalu untuk aneka barangnya kerap memakai sistem titip jual dari clothing company yang nggak punya outlet sendiri. Promo dari distro sendiri biasanya dari mulut ke kuping atau menggunakan jasa pamflet dan stiker yang tampil dengan disain unik dan menarik.
Siapa pelopor distro?
Cukup sulit untu mencari tahu siapa sebenarnya yang mempelopori lahirnya distro.
Reverse yang menjadi markas PAS Bank mulai muncul tahun 1995, disusul Riotic (1996), 347 Boardrider (1996), Ouval Research (1997), serta Anonim (1999) adalah beberapa founding father dari distro, juga clothing lokal yang sekarang menjamur. Dalam perkembangannya, distro juga ada yang membuat
clothing brand sendiri.
Sekarang, kalangan selebritis terutama personil band tak lagi merk-import-minded. Malah banyak seleb yang "dipesan" clothing company untuk memakai produknya sebagai wardrobe manggung. Istilahnya endorse, yaitu sebuah produk menjadi sponsor sebuah band atau individu.
So, boleh dibilang distro itu lahir dari sebuah idealisme untuk memperkuat eksistensi sebuah komunitas yang diturunkan dalam bentuk berpakaian. Bagaimana dengan fenomena distro di kota kita tercinta ini?
Hitung-hitung kehadiran distro di Jogja itu sudah menginjak tahun ke-7. Wah rupanya cukup lama juga ya. Tak banyak berbeda dengan pendahulunya. Sebelumnya sih sudah banyak clothing lokal yang menjual produknya lewat mulut ke kuping itu tadi. Cuma, masih tersebar dan belum teroganisir layaknya sekarang ini. Semarak disro di Jogja mulai sekitar tahun 1999-2000 dengan munculnya Slackers yang digawangi Diana, yang sebelumnya sudah membuka distro di Bandung, disusul Southfuck, Hitam, Mailbox, Whatever, dan sederetan nama lain.
Menilik fenomera kreatif ini, Dagadu Djokdja mengajak anak muda atau yang merasa berjiwa muda untuk ngobrol bareng di acara OMAMI (Obrolan Malem Minggon) di pelataran parkir UGD (Unit Gawat Dagadu) Jl. Pakuningratan No. 17, pada tanggal 20 Mei 2006 mulai pukul 19.00 WIB. Gratis, sembari nambah pengetahuan, nambah teman. Ada OMAMI, malam minggu nggak sendirian lagi!
Kirim Komentar