
Pengamat masalah transportasi dari Universitas Gajdah Mada (UGM) Ir. Heru Sutomo menyatakan bahwa faktor keselamatan pemudik dalam tradisi mudik sama sekali tidak bisa ditawar.
Meski demikian, saat ini masih banyak pemudik yang bertaruh dengan keselamatannya, khususnya pemudik yang menggunakan kendaraan roda dua atau motor.
"Dari sisi keselamatan, mudik dengan menggunakan kendaraan roda dua cukup riskan. Lagipula akan merugikan kalau jalan sudah lebar tapi hanya digunakan oleh pengguna motor yang hanya bisa mengangkut sedikit penumpang," ujarnya di UGM, Rabu (8/9).
Saat ini, Heru menilai bahwa persoalan moda transportasi untuk lebaran tahun ini masih belum optimal seperti halnya terjadi pada tahun lalu. Infrastruktur jalan khususnya masih akan menjadi problem mendasar.
Hal tersbut masih saja terjadi karena proses pengerjaan, perbaikan hingga pelebaran jalan dilaksanakan tanpa perencanaan yang matang dan terkesan mendadak. Di tambah, molornya proses pencairan anggaran APBN.
"Penganggaran kita selalu terlambat. Disahkan Januari tapi bisa cairnya bulan Mei. Baru itu proyek dikerjakan sehingga tidak akan efektif. Maka jika bisa itu dirubah agar dana cair secepatnya," papar pengajar Jurusan Magister Sistem dan Teknik Transportasi FT UGM itu.
Menurutnya, akibat penganggaran yang selalu terlambat setiap tahun ini menyebabkan proyek perbaikan infrastruktur terutama jalan juga terlambat. Ini terlihat ketika sudah hampir lebaran namun pengerjaannya belum juga selesai. Hal itulah yang kemudian saat ini masih saja selalu terjadi kemacetan bahkan kecelakaan lalu-lintas.
Dari pengamatannya moda transportasi yang memang memungkinkan untuk dikembangkan sebagai transportasi mudik yang murah, aman dan nyaman adalah kereta api, pesawat terbang dan bus.
Saat ini, kereta api sekarang kebanyakan jalur yang dimiliki sudah double track (jalur ganda) seperti tujuan Solo-Yogya, Yogya-Kutoarjo, Kutoarjo-Kroya, hingga Kroya-Cirebon. Namun untuk jumlah gerbong sayangnya belum bisa ditambah banyak.
Sedangkan untuk penerbangan tambah Heru juga cukup mudah penanganannya. Misalnya untuk menambah jumlah pesawat bisa mudah dilakukan dengan sistem sewa maskapai asing seperti dari Jepang atau Eropa. Relatif lebih mudah pengadaannya jika dibandingkan dengan moda transportasi laut.
"Bisa sewa atau sewa beli seperti dilakukan beberapa maskapai swasta kita. Relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan misalnya pengadaan kapal," tutur lulusan doktor dari Leeds Univesity, United Kingdom itu.
Kirim Komentar