
Kalau Anda mendengarkan lagu Panah Asmara yang kini dipopulerkan oleh Afgan pasti Anda bakalan jatuh hati ya dengan lirik tersebut. Tidak hanya akan mengagumi liriknya, penyanyinya juga Anda pasti suka. Namun panah yang satu ini. lebih dulu eksis sebagai bentuk pelestarian budaya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Acara yang dikenal oleh masyarakat dengan Lomba Panahan Tradisional Mataram ini, mengambil
tema Mangayubagyo Tingalan Dalem Sri Sultan HB X yang pada kesempatan kemarin sore mengambil lokasi di Lapangan Kemendungan
Alun-alun Selatan Yogyakarta. "Kegiatan ini dilaksanakan setiap 75 hari sekali setiap hari Selasa Wage," jelas bagian
kesekretariatan lomba KRT Waseso Winoto.
Sejumlah peserta yaitu 43 orang ikut andil di lomba jemparing tradisional itu. "Syarat
utama unutk mengikuti lomba panahan tradisional ini wajib memiliki panah tradisional serta wajib menggunakan busana daerah,"
tambah KRT Waseso Winoto yang telah lama mengabdi di Kraton Yogyakarta Hadiningrat ini.
Dari 43 peserta, 9 orang diantaranya adalah peserta putri. Mereka pun tidak kalah gesit
menancapkan busurnya ke sasaran. Lesatan demi lesatan busur panah itu sesekali ada yang tepat sasaran. "Pada sasaran tembak,
ada sebuah media yang dikenal oleh masyarakat sebagai wong-wongan, jadi bila mengenai bagian yang berwarna merah, maka skor
yang didapat oleh penaman adalah 3 poin, bila panahnya mengenai badan yang berwarna putih, maka skor hanya 1 poin," ungkap Pak Waseso.
Setiap peserta jemparing ini, diberi 4 busur panah. Nantinya setiap babak (rambahan-Jawa-
red) terdiri atas 20 rambahan. "Sehingga setiap peserta nanti melakukan bidikan dan tembakan sebayak 80 kali," tukas Waseso
menambahkan.
Dalam kontes kali ini, pihak panitia memberikan hadiah juara 1,2,3 unutk kategori putra dan
putri. Sejumlah uang pembinaan juga dipersiapkan oleh panitia. Bagi peserta yang mengikuti lomba jemparing ini, hanya
dikenakan biaya Rp. 10 ribu saja. "Uang tersebut nantinya juga diberikan nutk anak-anak yang bertugas mengambil busur
peserta, ya kalau di golf dikenal cady, tugas anak-anak itu mengambil busur panahnya," jelas Waseso sembari tersenyum.
Kegiatan yang bernuansa budaya ini ternyata tidak hanya diikuti oleh masyakarak Jogja saja,
namun sejumlah peserta dari daerah lain juga ikut serta. "Ada yang berasal dari Bali,Depok, Samarinda dan sekitar Jawa
Tengah, kegiatan ini pun bernuansa hobi dan untuk olahraga, semoga dengan adanya kegiatan ini, Kita sebagai generasi muda
bisa nguri-uri kabudayan," pungkas KRT Waseso Winoto kepada Tim Gudegnet.
karena memanah itu tidak sulit.. :)
Kirim Komentar