Dukung Anti Kekerasan dengan Bubuhan Tandatangan

Puluhan orang berkumpul didepan Pagelaran Kraton Yogyakarta menyerukan "Jogja Darurat Kekerasan". Mereka tergabung dalam sebuah komunitas bernama Masyarakat Anti Kekersan Yogyakarta (Makaryo). Mereka menuntut penegakan hukum atas segala kasus kekerasan yang terjadi di Yogyakarta. Kelompok itu menginginkan Yogya yang penuh dengan toleransi. Tidak luntur karena ulah segelintir orang yang tidak bertanggung jawab. Fakta telah menunjukkan rasa damai yang terjadi di Yogya semakin pudar. Kasus yang terjadi di kawasan ini tidak pernah tuntas bahkan menimbulkan rasa takut penghuninya.

Benny Susanto, Koordinator Makaryo mengatakan, terdapat 18 kasus kekerasan di Yogya dari kurun 1996 - 2013. Dalam beberapa kasus lain, proses hukum berjalan namun kelemahannya adalah proses pengungkapan kasus yang tidak begitu terang. "Kasus terakhir adalah terjadinya kasus kekerasan pada (27/10) di Wisma Santi Dharma, Godean, ditambah lagi ancaman yang dilakukan FAKI kepada korban kekerasan yang saat itu pada 28 oktober hendak melaporkan kejadian ini ke LBH, aparat seakan-akan tutup mata," jelasnya.

Dalam forum tersebut, ia menyerukan bahwa rasa aman dan kebebasan berpendapat merupakan hak asasi bagi setiap manusia. Kekerasan yang terjadi di Yogyakarta bukan merupakan contoh upaya perwujudan keistimewaan DIY. "Kami mencintai Yogya namun pejabat yang melihat kejadian saat itu tidak melakukan banyak hal," tambahnya.

Benny pun mendesak agar pemerintah melakukan penegakan hukum dengan cara menindak tegas pelaku kekerasan dan segera menuntaskan kasus itu di wilayah DIY. Polda DIY harus segera menangkap dan mengadili aktor intelektual didalamnya, ia juga meminta kepada Kraton Yogyakarta untuk pro aktif dalam mengawal proses-proses hukum yang terjadi di DIY. Aksi siang itu kemudian dilanjutkan orasi dari setiap perwakilan ormas dan ada pula penandatanganan oleh sejumlah partisipan dalam rangka mendukung protes yang dilakukan oleh komunitas Makaryo.