Dua kata “kapan nikah” ini menyengat sekaligus menyambar mereka yang mendengarnya. Terutama para jomblowan – jomblowati garis keras pengikut kelompok JOKOWI alias Jomblo Kok Wis Suwi ( Jomblo Kok Sudah Lama). Pliss, jangan tanyakan kata ini kalau kalian tahu betapa perihnya perasaan kaum-kaum tuna asmara ini saat menjawabnya. Berikut ini 5 kenyataan pahit dibaliknya yang baru diungkap tim lovetigasi dari gudegnet :
#5 Kami Tidak Ingin Mendahului Takdir
Kata “kapan” itu menanyakan waktu. Siapa sih kami ini, para jomblowan-jomblowati dibandingkan Tuhan yang Maha Tahu. Tidakkah menjawab kata itu seperti mendahului kehendak yang kuasa. Bukankah hanya Ilahi yang tahu kapan kami menikah? Pliss, tanyakan saja langsung kepadaNya.
#4 Kami Percaya LUBER
Seperti halnya urusan Pemilu, untuk pernikahan, kaum jomblowan dan jomblowati kelas dewa ini juga menganut prinsip LUBER. L ( langsung). Biarkan kami memilih pasangan secara langsung. Tidak perlu perantara, lewat pilihan berganda apalagi harus membuat esai yang menjelaskan kenapa kami mencintai seseorang.
U (umum). Percayalah, besok saat kami menikah semua yang dikenal pasti diundang. Kami tidak akan melakukan pengecekan tamu undangan yang sungguh ketat. Bukankah kebahagiaan ini juga milik semua. Jadi, tolong, pliss, sebelum ada pengumuman, jangan tanyakan kapan kebahagiaan itu siap kami bagi kepada khalayak.
BE (bebas). Bapak, ibu, adik dan kakak, memilih pasangan itu kebebasan setiap individu. Termasuk kapan waktunya dan dengan siapa harus menambatkan biduk perasaan ini. Jadi, ijinkan kami bebas menentukannya. Njenengan, hanya tinggal tunggu undangan. Gitu aja kok ngepot, eh repot.
R (rahasia). Rahasia alasan belum juga menikah hanya kami yang tahu. Jangan langsung disempitkan karena kami ini pemilih. Kadang ada alasan lain seperti harus membiayai sekolah adik-adik, menyantuni para janda dan fakir miskin lebih dulu serta menyejahterakan seluruh penghuni republik ini. Seringkali alasan yang terlalu sensitif tetap kami simpan dan menjadi rahasia. Jadi, jangan langsung bikin penilaian: sok kegantengan, sok cantik atau suka pilih-pilih.
#3 Undangan Nikah : Dibuang Sayang
Saat menerima undangan pernikahan, coba bayangkan perasaan jomblowan dan jomblowati republik ini. Perihnya setajam disilet. Mau datang, nanti ketemu sahabat atau saudara terus lagi-lagi tanya; kapan nikah. Kalau tidak datang, kok, ya kenal baik sama yang mengundang. Ini sama beratnya dengan menghadiri undangan pernikahan mantan yang bersanding bersama mantan sebelumnya.
#2 Kami butuh doa dan referensi. Itu saja
Bapak, ibu, simbah, eyang, sahabat-sahabat yang baik hatinya, kalau ingin kami menikah ajukan saja harapan itu kepada Tuhan lewat doa. Utarakan maksud hati bapak, ibu, simbah, eyang dan sahabat sekalian lewat untaian kata-kata mulia kepada Sang Esa. Berhentilah nyinyir (cerewet). Tapi tidak ada aksi lanjutannya. Bawakan saja setumpuk kartu nama mereka yang termasuk jomblo berkualitas, duda penuh harta atau janda siap kerja yang bersedia kami jadikan tulang rusuk sekaligus tulang punggung dalam keluarga. Wis ngone ae.
#1 Ajari Go Tinder
Pertanyaan “kapan nikah” ini menunjukkan mereka yang berorientasi hasil akhir. Tidak menabur angin berharap menuai badai. Sungguh, ini tidak adil bagi para jomblowan dan jomblowati yang sepenuh hati berproses menemukan pasangan hidup.
Ketimbang sok dukun dan sok nebak-nebak, lebih baik mereka yang ingin sahabatnya cepat menikah diajari berinteraksi di salah satu situs pertemanan, sekaligus ajang pencarian jodoh kelas dunia di tinder. Bagaimana caranya? Langsung saja klik di www.gotinder.com.
Kirim Komentar