Transformasi Malioboro yang "aneh" menjadi perbincangan netizen akhir-akhir ini. Sejak 2013, Malioboro mengalami sejumlah perubahan mulai dari deretan pot berupa tanaman hijau, rerumputan, bangunan semen, dan kini ada pagar portabel yang eksis di hampir sepanjang trotoar.
Secara umum, pemasangan pagar itu menyusahkan wisatawan terutama penyandang difabel yang ingin akses diseputar Jalan Malioboro. Menurut aktivis Warga Berdaya, Elanto Wijoyono mengatakan bahwa konsep dan praktik pengembangan tata kota Malioboro tidak konsisten.
Malioboro Saat Terdapat Hijauan
Publik bisa jadi mendapatkan manfaat dari setiap desain yang diterapkan, terutama yang ada di ruang publik. Namun, publik belum tentu bisa memperoleh urgensi dari setiap desain yang diwujudkan. Mimpi ribuan desain untuk menjadikan Malioboro sebagai kawasan pejalan kaki justru tereduksi dengan keberadaan pagar ini.
"Pagar ini tidak memperluas ruang gerak pejalan kaki, melainkan membatasinya demi kelancaran arus lalu lintas kendaraan bermotor," katanya.
Dalam sebuah portal berita, Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti membela kebijakan yang diterapkan saat ini. Ia mengaku jika kebijakan yang diambil mesti ada pro dan kontra. "Tentu ada sisi negatif dan positifnya. Tapi kita ambil positifnya," ungkap Haryadi.
Malioboro Tanpa Pagar
Musim liburan justru bisa jadi momentum untuk menegaskan penerapan konsep kawasan pejalan kaki di Malioboro. Kebebasan pergerakan pejalan kaki adalah keniscayaan di ruang publik yang memang diarahkan sebagai kawasan pejalan kaki. "Namun, sepertinya pemerintah kota masih setengah-setengah untuk mengeksekusi konsep yang sudah puluhan tahun dibahas itu," tutupnya.
Foto: Gudeg.net, Google, Berita 13
Kirim Komentar