Yogyakarta, www.gudeg.net - Masyarakat DIY & Jateng sebentar lagi akan melaksanakan ibadah Nyepi yang diawai dengan sejumlah rangkaian kegiatan seperti Melasti di Parangkusumo (19/03) dan Tawur Agung yang akan berlangsung pada senin depan (27/03). Umat Hindhu dengan suka cita mempersiapkan segala kebutuhan peribadatan mulai dari sekarang. Seperti yang dilakukan oleh warga perkumpulan Umat Hindu Dusun Sanggrahan, Plumbon, Banguntapan, Bantul.
Ny. Siswodiharjo (59) misalnya, ibu satu ini tengah mempersiapkan uba rampe atau perlengkapan doa di Pura Jagadnatha di Banguntapan, Bantul, DIY. Selama bertahun - tahun ia beserta perkumpulan tersebut sering membuat canangsari, ajuman, daksina dan wangen. Setiap persembahan ini memiliki arti yang beragam serta memiliki karakter isi yang ada didalamnya.
"Bungkusnya ini bisa pakai daun pisang atau paling lazim ya janur," katanya.
Upacara sembahyang yang berlangsung menjelang Nyepi memang membutuhkan banyak 'Uba Rampe' sehingga Siswodiharjo beserta kelompok para ibu lain yang mendapatkan giliran membuat Canangsari dan sesajen. Ada 3 kelompok para ibu yang sering membuat sesajen, selain Sanggrahan, ada Sorowajan serta Plumbon, lokasinya dekat dengan Pura ini.
Dalam persembahan saat berdoa, umat yang melakukan sembahyang menyediakan Canangsari, sajen yang paling sederhana namun dikategorikan sebagai sarana yang cukup untuk melakukan persembahyangan. Ia kemudian menyebutkan isi Canangsari, "daun pisang, janur, bunga merah, putih, lengis, porosan dan plawe," tukasnya.
Ada pula Wangen yang isinya hampir sama namun saat selesai sembahyang wangen itu menurut Siswodiharjo akan diberi uang (sesari). Menjadi semacam Infak dalam Agama Islam. Ajuman, juga merupakan salah satu sajen yang dipergunakan kala berdoa, fungsinya untuk menghantarkan bakti kepada Sangh Hyang Widi. Isinya berupa nasi golong berjumlah dua buah, lauk teri, buah-buahan, kacang dan roti.
Terakhir, Siswadiharjo menunjuk Daksina, perlengkapan doa lain yang didalamnya terdapat telur bebek, kelapa, beras, dan rempah-rempah.
Setiap persembahyangan dalam satu bulan, Umat Hindu di Pura Jagadnatha melakukannya sebanyak dua kali. Yaitu saat Sembahyang purnama (tanggal 15) dan Sembahyang Tilem, kala bulan tidur (tilem) yang dilakukan tanggal 29 atau 30. Siswodiharjo juga menambahkan bahwa setiap penyelenggaraan doa, biasanya dipimpin oleh seorang Wasi, selanjutnya seluruh umat mendengarkan Dharma Tula, Mantram Puja Trisanja dan urutan upacara sembahyang lainnya.
Kirim Komentar