Kuliner

Sate Ayam Tukangan, 3 Generasi Meracik Cita Rasa Otentik

Oleh : Trida Ch Dachriza / Rabu, 21 Oktober 2020 15:00
Sate Ayam Tukangan, 3 Generasi Meracik Cita Rasa Otentik
Ainun Mardiyah dan ibunya, Ani, penjual Sate Ayam Tukangan di emperan Jalan Tukangan-Gudegnet/Trida

Gudeg.net—Sate ayam ini sudah tidak asing di kalangan pencinta makanan kaki lima. Sudah ada sejak tahun 1940-an dan dijalankan oleh tiga generasi, Sate Ayam Tukangan menjadi andalan penikmat sate sedari dulu.

Awal mula berjualan sate ini sebenarnya bukan di Jogja. Asli dari Madura, kakek Ainun Mardiyah, yang saat ini berjualan, merantau ke Surabaya, lalu ke Semarang, dan akhirnya menetap di Jogja pada tahun 1955.

Bisnis sate selalu dijalankan setiap merantau ke mana pun. “Si mbahku (sudah jualan) dari bujang,” kata Ainun.

Tempat berjualan Ainun sederhana saja, dengan pikulan di pinggir Jalan Tukangan, sekitar 10 meter ke utara dari pet shop La Barong.

Sate Ayam Tukangan Trida Gudegnet

Berdekade berjualan di emperan dan semi lesehan, Ainun rupanya memiliki keinginan untuk mempunyai kios sendiri.

Melihat dari jumlah pembeli dan kemampuan menjual hingga 600 tusuk sehari dalam kurun waktu kurang lebih dua hingga tiga jam, sepertinya memiliki kios bukan hal yang mustahil.

“Dulu punya kios di daerah piala-piala, tapi kan langganannya gak mau. Alasannya, parkirnya susah,” cerita Ainun. Ini cerita saat ayah Ainun masih berjualan. Hasanudin, ayahnya, meninggal pada tahun 2011.

Ainun melanjutkan ceritanya, saat itu ayanhnya sudah sakit-sakitan mengidap diabetes dan penyakit jantung. Ia sudah tidak kuat memikul pikulan satenya. Karena hal ini lah dia ingin menetap di kios.

Ayahnya mengirim pesan pada semua pelanggan yang ada di daftar teleponnya. Namun, penolakan yang ia terima. Akhirnya ia membuat gerobak untuk membawa pikulan tersebut.

Sate yang tidak pernah berubah resepnya ini sendiri sebenarnya memiliki nama Sate Ayam Pak Amat. Nama ini adalah nama kakeknya yang bernama Rasmat.

Tetapi apa daya, orang lebih mengenalnya sebagai Sate Ayam Tukangan. Keluarga Ainun pun tidak mempermasalahkan nama ini.

Sate Ayam Tukangan Trida Gudegnet

Dari awal berjualan di Jogja, sate ini sudah berjualan di Jalan Tukangan. Awalnya di penggergajian kayu hingga tempat tersebut kebakaran. Sejak kebakaran tersebut pikulan pindah ke tempat sekarang ini.

“Pemilik bangunan ini (dibelakangnya) sampai sudah ganti orang tiga kali,” cerita Ainun lagi sambil terkekeh.

Pikulan satenya pun punya cerita sendiri setelah dipakai selama lebih dari enam dekade. Awalnya mereka memiliki tiga pikulan. Satu pikulan dibeli oleh orang Belanda, yang saat ini tidak tahu di mana.

Pikulan kedua dititipkan di rumah tetangga saat rumahnya direnovasi. Sayangnya, saat renovasi terjadi, rumah tetangganya kebakaran dan turut menghanguskan pikulannya.

Akhirnya saat ini mereka hanya memiliki satu pikulan yang sudah lama ditaksir oleh Kartika Affandi. Padahal menurut Ainun, di daerah Nonongan (Solo) masih banyak yang berjualan pikulan sate semacam miliknya.

Yo wis kowe tak tukoke sing ning kono, iki sing tak gowo (Ya sudah, kamu saya belikan yang di sana, yang ini saya bawa),” kata Ainun menirukan ucapan Kartika.

Keluarga Ainun bersikeras untuk tidak melepas pikulan mereka. Selain karena sejarah, menurut Ainun pikulan saat ini terlalu tinggi. Pikulannya ini cukup pendek karena ayah dan kakeknya pendek.

Kartika pun akhirnya menyerah berusaha membeli pikulan bersejarah ini. Ia meminta jika keluarga Ainun sudah tidak mau menggunakan pikulan ini, pikulan dijual kepadanya.

“Tapi baik (orangnya) Bu Kartika. Setiap ke sini selalu dikasih duit. Minta dipeliturkan, diawet-awet. Aneh-aneh kok Bu Kartika,” lanjut Ainun sambil tetap terkekeh.

Sate Ayam Tukangan Trida Gudegnet

Kini Ainun berjualan bersama ibunya, Ani, yang dulu juga mendampingi ayahnya. Ainun mulai berjualan pukul 16.30 WIB hingga paling malam pukul 20.30 WIB. Namun, seringnya saat Isya (sekitar pukul 19.00) sudah habis.

Harga per porsi dibanderol Rp17.000 saja tanpa lontong. Dengan lontong harganya menjadi Rp20.000. Ada tiga macam sate; sate daging, sate uritan, dan sate campur (ati, telur).

Walaupun tidak tampak sangat ramai, antrean cukup panjang karena banyak langganan yang memesan via pesan singkat. Terkadang, belum buka pun sudah ratusan tusuk yang terjual.

Parkir walaupun cukup mudah karena dipinggir jalan, tetapi cukup terbatas. Untungnya saat ini Jalan Tukangan sudah menjadi satu arah, jadi parkir sedikit lebih mudah.

Makan di tempat bukan pilihan yang populer karena hanya disediakan empat kursi plastik tanpa meja. Sate dihidangkan di atas pincuk, dan tidak tersedia minuman.


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY 100,2 FM

    JOGJAFAMILY 100,2 FM

    JogjaFamily 100,9 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    SOLORADIO 92,9 FM

    SOLORADIO 92,9 FM

    Soloradio 92,9 FM SOLO


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    UNISI 104,5 FM

    UNISI 104,5 FM

    Unisi 104,5 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini