Gudeg.net – Bertempat di Pendapa Ajiyasa Jogja National Museum (JNM) Rabu (20/12) siang manajemen ArtJog menggelar acara sosialisasi tema ArtJog 2023 “Motif : Ramalan”. Acara yang dipandu oleh pengajar Seni Rupa ISI Yogyakarta Bambang ‘Toko’ Witjaksono menghadirkan tiga narasumber yakni kurator Artjog 2024 Hendro Wiyanto, dosen-peneliti Sejarah FIB-UGM Sri Margana, dan dosen Seni Rupa dan Desain ITB Aminudin Th Siregar.
ArtJog 2024 akan dilaksanakan pada 28 Juni – 27 Agustus 2024 di Jogja National Museum.
Dalam tajuk “Motif : Ramalan” ketiga narasumber memberikan perspektif yang berbeda tentang tema tersebut. Tema besar ‘Motif’ yang digunakan dalam ArtJog 2023 masih menjadi kerangka utama yang bisa dimaknai sebagai corak, gaya, pola, warna, komposisi, sehimpunan tanda, lambang, simbol dan seterusnya ataupun diartikan ide-ide, tema atau gagasan pokok, alasan utama bertindak, dorongan, nalar atau motivasi seseorang melakukan sesuatu.
Dalam subtema ‘Ramalan’, Hendro menjadikan realitas keterhubungan antara masa lalu dan hari sebagai bahan pembacaan dan pijakan ‘meramal’ realitas yang mungkin terjadi di masa datang.
Dalam catatannya Hendro menuliskan “Di masa kolonial dulu seorang penulis di Hindia Belanda pernah menjatuhkan nujum atas masa depan seni lukis di Indonesia. Kata-katanya tajam, “masa lampau yang murung, masa depan yang tidak memberi harapan.” Betapa pun besarnya bakat yang dipunyai Raden Saleh atau Mas Pirngadi, ujar sang penujum, tak akan lahir “kesenian nasional Indonesia ''. Para pelukis bumiputera, begitu katanya “salah asuh dan salah arah”; kesenian mereka terpisah dan terasing dari Jawa atau Indonesia.”
“Nujum adalah ramalan. Orang tidak meramal masa lalu karena masa lalu sudah di belakang kita. Nujum terarah ke masa depan. Tapi mengapa mesti menujum atau meramal? Apakah nujum memanfaatkan wawasan tentang sejarah? Apakah ramalan adalah versi populer sejarah masa depan?” kata Hendro
Hal yang hampir sama dipaparkan juga oleh Sri Margana dengan literatur yang ada untuk merunut perjalanan seni rupa khususnya yang tumbuh di Nusantara jauh sebelum seni rupa modern dikenal di Indonesia melalui paparan sebuah katalog pameran lukisan berjudul Early Views of Indonesia (Pemandangan Indonesia di Masa Lampau), yang dihimpun oleh kurator pameran The British Library London Annabel Teh Galop sebagai pemantik untuk merekonstruksi perjalanan sejarah seni (rupa) di Indonesia.
Dalam perspektif yang berbeda Aminudin ‘Ucok’ Th Siregar menawarkan ‘Ramalan’ sebagai sebuah proyeksi seni rupa Indonesia di masa datang dalam berbagai konstelasi global.
Ucok –demikian panggilan Aminudin Th Siregar- menekankan bagaimana seni rupa kontemporer Indonesia semakin mendapat perhatian signifikan di kancah seni global. Pameran seni internasional, biennial, residensi, kerjasama, dan aneka aktivitas lainnya, kini secara aktif menampilkan bakat seniman-seniman Indonesia yang memungkinkan mereka mendapatkan pengakuan yang lebih luas. Aktivitas-aktivitas itu membuka pintu bagi seniman Indonesia untuk terlibat dalam dialog yang bermakna dengan seniman dan lembaga seni internasional, membina kolaborasi lintas budaya dan memperkaya perspektif kreatif mereka.
“Penting untuk mengkaji evolusi seni rupa di negeri yang teramat dinamis ini, juga adalah mendesak untuk dilakukan analisis terhadap perkembangan, tantangan, dan potensi tren masa depannya.” papar Ucok.
Ada lima hal yang menjadi pembacaan Ucok atas proyeksinya yakni pasar seni global, interdisipliner, integrasi teknologi, jejaring globalisasi, serta seni eksperisial berikut aktivisme dan keterlibatan sosial yang menyertainya.
Kolaborasi interdisipliner antara seniman, ilmuwan, peneliti, dan ahli teknologi sudah dan akan terus meluas dan tidak terhindarkan. Kolaborasi ini akan menumbuhkan proyek-proyek inovatif yang menjembatani beragam bidang, sehingga menghasilkan bentuk-bentuk ekspresi artistik yang baru. Masa depan seni kontemporer memiliki potensi besar untuk penyerbukan silang antar disiplin ilmu, memperluas batas-batas artistik, dan memupuk kreativitas inovatif.
Berikutnya integrasi teknologi dalam praktik seni rupa kontemporer Indonesia bukanlah sebuah konsep baru. Sekurangnya di awal abad ini telah muncul karya-karya seni rupa yang menawarkan percangkokkan dengan teknologi seperti seni rupa video, seni rupa suara, dan sebagainya. Karya-karya berbasis teknologi akan mendorong batas-batas media tradisional dan merevolusi keterlibatan pemirsa dengan seni. Hal ini semakin didorong realitas dunia semakin terhubung telah mendekatkan budaya, dan percampuran pengaruhnya akan terus membentuk masa depan seni kontemporer Indonesia. Seniman akan mendapatkan inspirasi dari berbagai tradisi, memadukannya ke dalam perspektif hibrida yang unik. Selain itu, kolaborasi internasional dan program pertukaran akan menumbuhkan dunia seni global yang lebih kaya dan saling terhubung, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap pertumbuhan dan diversifikasi seni kontemporer.
“Masa depan seni rupa kontemporer terletak pada partisipasi aktif penonton. Seni yang menawarkan pertunjukan sepertinya akan semakin menonjol dan berkembang melampaui batasan-batasan, apapun itu, karena jenis kesenian ini ingin selalu melibatkan penonton merasakan pengalaman yang mendalam dan transformatif.” papar Ucok.
Dalam hal pasar seni global ada kritik menarik dari Ucok dalam paparan tulisannya :
“Sejak 1980-an, faktor pasar ini mulai aktraktif memberi nyawa seni rupa kita. Kini, kita tentu memerlukan pemikiran ulang tentang pasar seni dari warisan 1980an itu sebab kini panggungnya telah terdesentralisasi, lalu kemunculan teknologi blockchain juga pasar seni digital yang akan terus menantang sistem galeri. Semua itu telah memberikan para seniman jalan tol untuk visibilitas dan keberlanjutan ekonomi. Pergeseran ini jelas telah mendemokratisasi dunia seni, mendorong pasar yang lebih inklusif dan dapat diakses oleh lebih banyak seniman dan kolektor.”
“Yang cukup jelas, saat ini dan yang akan datang, seni rupa kontemporer sudah terlalu dikomersialkan. Banyak seniman yang kini lebih mengutamakan keuntungan dibandingkan integritas artistik: menciptakan karya semata-mata untuk daya tarik pasar.” papar Ucok.
Berbeda dengan ArtJog tahun lalu yang menawarkan tiga karya sastra mendampingi tema “Motif : Lamaran” sebagai kerangka karya seniman, pada ArtJog 2024 “Motif : Ramalan” seniman-perupa diberikan kebebasan menginterpretasi tema tersebut kedalam karyanya. Undangan kepada seniman (open call) pada ArtJog 2024 serta informasi mengenai seleksi seniman partisipan bisa diakses melalui laman ArtJog www.artjog.id.
Kirim Komentar