
Untuk itu, LSM dari Jerman, Arbeiter Samariter Bund (ASB) secara resmi meluncurkan buku panduan pembelajaran materi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Resto Pasifik Yogyakarta, Selasa (12/1).
Selain meluncurkan buku pertama di Asia PAsifik tentang risiko pengurangan bencana bagi ABK, Direktur ASB, Alex J Robinson juga menyerahkan bantuan bagi ABK di DIY yang diterima oleh Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Tavip Agus Rayanto.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Propinsi DIY, Prof. Suwarsih Madya menyatakan, buku yang penyusunannya melibatkan Jurusan Pendidikan Luara Biasa UNY ini patut dibanggakan karena merupakan buku pertama di Asia yang memuat materi PRB pada anak berkebutuhan khusus.
"Langkah tersebut dirasa penting karena ABK merupakan kelompok yang paling rentan terhadap akses pendidikan. Jika tidak diatasi hal itu bisa menjadi potensi peningkatan kemiskinan" ujarnya.
Suwarsih menabahkan, perhatian dan pendidikan pengurangan resiko bencana (PRB) pada anak berkebutuhan khusus (ABK) atau cacat sangat dibutuhkan, terlebih DIY selama ini menjadi titik rawan bencana gempa.
Salah satu trainer Organisasi Pembina Cacat Bantul, Iis menyatakan bantuan bagi ABK ini sangat berharga tak hanya bagi yang membutuhkan, tapi juga bagi trainer seperti dirinya.
"Mungkin bagi orang normal, untuk berlari, dan berlindung di bawah meja adalah urusan yang mudah tetapi bagi orang-orang berkebutuhan khusus seperti kami itu adalah hal yang sulit," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Ananda Sari, salah satu murid dari Sekolah Dasar Inklusi Cancangan Wukirsari, Sleman, DIY. "Saya pingin belajar lebih banyak. Saya senang diajari, supaya bisa berlindung kalau ada gempa," katanya dari kursi rodanya.
Sementara itu Kepala SD Pelem Zun Mariam menyatakan bahwa PRB harus menjadi kebiasaan. Meski sudah mendapat pendidikan secara umum dalam keadaan panik, orang bisa saja mengabaikan semua prosedur keselamatan.
"Contohnya di sekolah saya saat beberapa waktu lalu ada gempa, semuanya panik berhamburan keluar, malah gurunya yang keluar duluan. Hanya siswa kelas I saja yang tetap di dalam dan berlindung di bawah meja. Artinya, perlu pembiasaan, supaya teori yang didapat itu tidak diabaikan dalam praktiknya," katanya.
Kirim Komentar