Kesehatan para wisatawan dan travelers di Indonesia masih kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah pengelola periwista. Mereka cenderung kurang memperhatikan endemis yang ada di daerah tujuan perjalanan atau wisata.
Untuk itu keberadaan travel clinic diharapkan dapat dioptimalkan oleh wisatawan. Selain itu, travel klinik juga bisa memberikan imunisasi anti virus bagi wisatawan sebelum bepergian.
"Kemungkinan besar kalau masyarakat Indonesia enggan melakukan pemeriksaan sebelum melakukan perjalanan ke daerah atau negara dikarenakan harga vaksin mahal dan belum membudayanya travel clinic," kata Wakil Rumah Sakit Ludira Husada Yogyakarta, Dr. Evie Indrasarti M.Kes di Hotel Melia Purosani Yogyakarta, Sabtu (27/3).
Evie menyatakan, seharusnya para wisatawan dan travelers mencari informasi tentang daerah yang dituju dan endemis atau virus apa yang sekiranya disana, sebelum melakukan perjalanan. Dengan demikian diketahui vaksin apa yang tepat untuk mencegah penyakit tersebut.
"Misalnya apabila ingin berpergian di daerah tropis yang rentan terhadap penyakit flu, hepatitis dan malaria, maka vaksin penyakit tersebut yang harus didapatkan," tandasnya.
Lebih lanjut Evie mengungkapkan bahwa turis asing atau mancanegara sudah membudayakan imunisasi sebelum mereka datang ke Indonesia mereka datang berkonsultasi di travel clinic negara mereka masing-masing.
"Apalagi di negara-negara lain sudah ada medical torism atau wisata kesehatan dimana mereka bisa berwisat sambil melakukan tes kesehatan atau medical chec up, seperti di Malaysia sudah ada paket check up wisata," tambahnya.
Sementara itu di Indonesia sendiri, Evie mengatkan sudah memiliki fasilitas kesehatan yang lengkap tetapi belum mempunyai hubungan yang komprehensif dengan pariwisata. Untuk itu diperlukan kerjasama antara dunia kesehatan dan pariwisata dalam wisata kesehatan serta mengubah mindset rumah sakit hanya di kunjungi ketika sakit saja, misalnya di rumah sakit bisa dipadukan tes kesehatan sekaligus spa.
Membudayakan cek kesehatan sebelum bepergian memang masih sulit dilakukan di Indonesia, untuk itu pihak rumah sakit bisa bekerjasama dengan Persatuan Kesehatan Wisata Indonesia (PKWI) yang terdiri dari dokter-dokter ahli, insan pariwisata, travel agent, PHRI dan pemerintah setempat.
Ditambahkan Ketua Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Yogyakarta, M. Desky mengatakan program travel clinic sebagai paket wisata untuk mengundang wisata dapat disosialisasikan bagi wisatawan domestik terlebih dahulu. Karena wisatawan asing masih memilih melakukan pemeriksaan di negaranya masing-masing daripada di Indonesia.
"Wisatawan asing lebih memilih periksa ke klinik di Singapura darupada di Indonesia. Hanya Malaysia saja yang masih mau memeriksakan ksehatannya dengan pengobatan tradisional yang ada di Indonesia," paparnya.
Desky mengatakan di ASITA sendiri mempunyai asuransi yang sudah internasional dari travel dengan bekerjasama Rumah Sakit Bethesda. Natinya asuransi tersebut sudah cukup mengcover wisatawan asing atau domestik apabila penyakit yang dideritanya kambuh dan semakin parah bisa dievakuasi hingga negaranya atau daerah asalnya.
Untuk itu keberadaan travel clinic diharapkan dapat dioptimalkan oleh wisatawan. Selain itu, travel klinik juga bisa memberikan imunisasi anti virus bagi wisatawan sebelum bepergian.
"Kemungkinan besar kalau masyarakat Indonesia enggan melakukan pemeriksaan sebelum melakukan perjalanan ke daerah atau negara dikarenakan harga vaksin mahal dan belum membudayanya travel clinic," kata Wakil Rumah Sakit Ludira Husada Yogyakarta, Dr. Evie Indrasarti M.Kes di Hotel Melia Purosani Yogyakarta, Sabtu (27/3).
Evie menyatakan, seharusnya para wisatawan dan travelers mencari informasi tentang daerah yang dituju dan endemis atau virus apa yang sekiranya disana, sebelum melakukan perjalanan. Dengan demikian diketahui vaksin apa yang tepat untuk mencegah penyakit tersebut.
"Misalnya apabila ingin berpergian di daerah tropis yang rentan terhadap penyakit flu, hepatitis dan malaria, maka vaksin penyakit tersebut yang harus didapatkan," tandasnya.
Lebih lanjut Evie mengungkapkan bahwa turis asing atau mancanegara sudah membudayakan imunisasi sebelum mereka datang ke Indonesia mereka datang berkonsultasi di travel clinic negara mereka masing-masing.
"Apalagi di negara-negara lain sudah ada medical torism atau wisata kesehatan dimana mereka bisa berwisat sambil melakukan tes kesehatan atau medical chec up, seperti di Malaysia sudah ada paket check up wisata," tambahnya.
Sementara itu di Indonesia sendiri, Evie mengatkan sudah memiliki fasilitas kesehatan yang lengkap tetapi belum mempunyai hubungan yang komprehensif dengan pariwisata. Untuk itu diperlukan kerjasama antara dunia kesehatan dan pariwisata dalam wisata kesehatan serta mengubah mindset rumah sakit hanya di kunjungi ketika sakit saja, misalnya di rumah sakit bisa dipadukan tes kesehatan sekaligus spa.
Membudayakan cek kesehatan sebelum bepergian memang masih sulit dilakukan di Indonesia, untuk itu pihak rumah sakit bisa bekerjasama dengan Persatuan Kesehatan Wisata Indonesia (PKWI) yang terdiri dari dokter-dokter ahli, insan pariwisata, travel agent, PHRI dan pemerintah setempat.
Ditambahkan Ketua Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Yogyakarta, M. Desky mengatakan program travel clinic sebagai paket wisata untuk mengundang wisata dapat disosialisasikan bagi wisatawan domestik terlebih dahulu. Karena wisatawan asing masih memilih melakukan pemeriksaan di negaranya masing-masing daripada di Indonesia.
"Wisatawan asing lebih memilih periksa ke klinik di Singapura darupada di Indonesia. Hanya Malaysia saja yang masih mau memeriksakan ksehatannya dengan pengobatan tradisional yang ada di Indonesia," paparnya.
Desky mengatakan di ASITA sendiri mempunyai asuransi yang sudah internasional dari travel dengan bekerjasama Rumah Sakit Bethesda. Natinya asuransi tersebut sudah cukup mengcover wisatawan asing atau domestik apabila penyakit yang dideritanya kambuh dan semakin parah bisa dievakuasi hingga negaranya atau daerah asalnya.
Kirim Komentar