Kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga premium 1 Desember 2008 besok, menuai berbagai tanggapan dari beberapa pihak. Ada yang menyambut gembira dengan tapi ada pula yang merasa sedih tak berdaya mendengar kebijakan pemerintah ini. Tapi apakah pihak yang merasa haknya tidak terpenuhi ini akan tinggal diam?
Kamis (20/11) bertempat di Borobudur Hall Hotel Inna Garuda Yogyakarta diadakan temu kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional. Tujuan diadakannya pertemuan ini adalah membahas tentang harga minyak tanah dan solar yang menjadi kebutuhan pokok sebagai bahan bakar perahu nelayan untuk melaut yang tidak ikut turun seperti premium.
Menurut Siti Yamroh Suudi, ketua KTNA Jawa tengah, bahan bakar yang biasa dipakai oleh nelayan untuk melaut sekarang susah di dapat. Bahan bakar tersebut berupa minyak tanah dan solar. Harganya pun sudah sulit dirogoh oleh nelayan. "Keadaan nelayan kita sudah mulai terpuruk. Nelayan sekarang sudah mulai susah untuk mendapatkan minyak tanah dan solar. Harganya melambung tinggi," jelas Siti saat ditemui GudegNet (20/11). "Itu aja kalau kita pakai minyak tanah mesinnya jadi cepat rusak," seorang peserta pertemuan menyeletuk.
Melihat kondisi ini, Siti bersama teman-teman seperjuangannya yang ada di KTNA Jateng tidak tinggal diam. Berbagai penyuluhan Siti berikan kepada masyarakat nelayan yang ada di sekitar Brebes, Jepara, Kebumen, Cilacap dan sekitarnya. Dalam penyuluhannya itu, Siti mengajak para nelayan untuk mencoba usaha baru yaitu budidaya ikan lele. "Awalnya memang ada ikan gurameh dan bandeng. Tapi biayanya mahal. Jadi kita pilih alternatif yang paling aman yaitu budidaya ikan lele," jelas Siti.
Budidaya ikan lele ini bertujuan untuk memberikan pendapatan tambahan kepada keluarga nelayan. Apabila nelayan tak bisa melaut karena cuaca yang buruk, ia masih bisa menggarap kolamnya yang diisi dengan lele. Tak hanya itu, apabila nelayan bisa melaut, keluarga nelayan yang masih ada di rumah bisa menggarap lele yang ada di kolam. Pendapatan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarg pun akan terpenuhi.
Tak hanya penyuluhan-penyuluhan yang diberikan oleh KTNA kepada nelayan. Himbauan kepada pemerintah agar minyak tanah dan solar tak hilang dari permukaan juga sudah berulang kali diteriakkan oleh KTNA. Pertemuan dengan perwakilan dari pemerintah pun sudah sering kali diadakan oleh KTNA. "Masyarakat kecil yang punya usaha untuk menyumbang sumbangsihnya terhadap negara seperti ini mestinya yang harus di dengar oleh pemerintah. Jangan hanya premium yang turun," ungkap Siti.
Sebagai informasi, tanggal 10 November 2008 lalu, pemerintah telah menarik minyak tanah bersubsidi. Para nelayan benar-benar masih membutuhkan kehadiran minyak tanah dan solar dengan harga yang murah. Kalau nelayan sudah mulai berpikir mencari alternatif untuk menyelamatkan perekonomian mereka, bagaimana dengan pemerintah?
Kamis (20/11) bertempat di Borobudur Hall Hotel Inna Garuda Yogyakarta diadakan temu kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional. Tujuan diadakannya pertemuan ini adalah membahas tentang harga minyak tanah dan solar yang menjadi kebutuhan pokok sebagai bahan bakar perahu nelayan untuk melaut yang tidak ikut turun seperti premium.
Menurut Siti Yamroh Suudi, ketua KTNA Jawa tengah, bahan bakar yang biasa dipakai oleh nelayan untuk melaut sekarang susah di dapat. Bahan bakar tersebut berupa minyak tanah dan solar. Harganya pun sudah sulit dirogoh oleh nelayan. "Keadaan nelayan kita sudah mulai terpuruk. Nelayan sekarang sudah mulai susah untuk mendapatkan minyak tanah dan solar. Harganya melambung tinggi," jelas Siti saat ditemui GudegNet (20/11). "Itu aja kalau kita pakai minyak tanah mesinnya jadi cepat rusak," seorang peserta pertemuan menyeletuk.
Melihat kondisi ini, Siti bersama teman-teman seperjuangannya yang ada di KTNA Jateng tidak tinggal diam. Berbagai penyuluhan Siti berikan kepada masyarakat nelayan yang ada di sekitar Brebes, Jepara, Kebumen, Cilacap dan sekitarnya. Dalam penyuluhannya itu, Siti mengajak para nelayan untuk mencoba usaha baru yaitu budidaya ikan lele. "Awalnya memang ada ikan gurameh dan bandeng. Tapi biayanya mahal. Jadi kita pilih alternatif yang paling aman yaitu budidaya ikan lele," jelas Siti.
Budidaya ikan lele ini bertujuan untuk memberikan pendapatan tambahan kepada keluarga nelayan. Apabila nelayan tak bisa melaut karena cuaca yang buruk, ia masih bisa menggarap kolamnya yang diisi dengan lele. Tak hanya itu, apabila nelayan bisa melaut, keluarga nelayan yang masih ada di rumah bisa menggarap lele yang ada di kolam. Pendapatan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarg pun akan terpenuhi.
Tak hanya penyuluhan-penyuluhan yang diberikan oleh KTNA kepada nelayan. Himbauan kepada pemerintah agar minyak tanah dan solar tak hilang dari permukaan juga sudah berulang kali diteriakkan oleh KTNA. Pertemuan dengan perwakilan dari pemerintah pun sudah sering kali diadakan oleh KTNA. "Masyarakat kecil yang punya usaha untuk menyumbang sumbangsihnya terhadap negara seperti ini mestinya yang harus di dengar oleh pemerintah. Jangan hanya premium yang turun," ungkap Siti.
Sebagai informasi, tanggal 10 November 2008 lalu, pemerintah telah menarik minyak tanah bersubsidi. Para nelayan benar-benar masih membutuhkan kehadiran minyak tanah dan solar dengan harga yang murah. Kalau nelayan sudah mulai berpikir mencari alternatif untuk menyelamatkan perekonomian mereka, bagaimana dengan pemerintah?
Kirim Komentar